Perkembangan Haki di indonesia

Perkembangan Haki di Indonesia

Pada awal tahun 1990, di Indonesia, HAKI itu tidak populer. Dia mulai populer memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Tapi, ketika kepopulerannya itu sudah sampai puncaknya, grafiknya akan turun. Ketika dia mau turun, muncullah hukum siber, yang ternyata kepanjangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, dia akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Tapi kalau yang namanya HAKI dan hukum siber itu prediksi saya akan terus berkembang pesat, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi.

Inilah kira-kira perubahan undang-undang perjalanan perundangn-undang HAKI
di Indonesia sebagai berikut : UU No 6 Tahun 1982 ——-> diperbaharui menjadi UU No 7 Tahun 1987—— > UU No 12 Tahun 1992——> Terakhir, UU tersebut diperbarui menjadi UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Kekayan Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002 ternyata diberlakukan untuk 12 bulan kemudian, yaitu 19 Juli 2003, inilah kemudian menjadi landasan diberlakukannya UU HAKI di Indonesia.

Apakah pemberlakuan HAKI merupakan “kelemahan” Indonesia terhadap Negara-negara maju yang berlindung di balik WTO ? Konsekuensi HAKI/akibat diberlakukannya HAKI :

  1. Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
  2. Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum.
  3. Adanya kepastian hukum yaitu pemegang dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
  4. Pemberian hak monopoli kepada pencipta kekayaan intelektual memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intektual untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi

Latar belakang

  1. Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible).
  2. Pengenalan HaKI sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang HaKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan karya-karya inovatif, inventif dan produktif.
  3. Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai HaKI terlihat bahwa di negara ba
  4. rat (western) penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian ditejemahkan dalam perundang-undangan. HaKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkanta kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga
  5. akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.Perkembangan Haki di Indonesia. Pada awal tahun 1990, di Indonesia, HAKI itu tidak populer. Dia mulai populer memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Tapi, ketika kepopulerannya itu sudah sampai puncaknya, grafiknya akan turun. Ketika dia mau turun, muncullah hukum siber, yang ternyata kepanjangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, dia akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Tapi kalau yang namanya HAKI dan hukum siber itu prediksi saya akan terus berkembang pesat, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi.

 

 

Perkembangan HAKI di Indonesia

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan terjemahan dari istilah Intelectual Property Right (IPR). HAKI merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas kekayaan Intelektual tersebut yang diatur ooleh norma-norma atau hokum yang berlaku.

Hak sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, Hak Dasar (Asasi) yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat, contohnya hak hidup, hak untuk mendapat keadilan, dan lainnya. Kedua, Hak Amanat Aturan/ Perundangan, yaitu Hak karena diberikan/diatur oleh masyarakat melalui peraturan/ perundangan. Di Indonesia HAKI merupakan Hak Amanat Aturan, sehungga HAKI merupakan Hak pemberian dari umum (publik) yang dijamin oleh undang-undang.

Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan Guttenberg tercatat sebagai penemu yang mempunyai hak monopoli atas penemuannya. Kerajaan Inggris dizaman Tudor mengadopsi hukum paten ini tahun 1500-an dan lahir hukum paten pertama di Inggris yaitu Statue of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convetion untuk masalah aten, merek, dagang, dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah hak cipta (copyright).

Setelah perang dunia II negara membentuk Internasional Trade Organization (ITO) tetapi gagal karena tidak didukung Amerika Serikat lalau dibentuklah GATT. The General Agreement of Tarifs and Trade (GATT) yang mana dibentuk tanggal 30 Oktober 1947 oleh 8 negara yaitu Australia, Belgia, Kanada, Prancis, Luxemburg, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. GATT gagal akibat penolakan Kongrea Amerika Serikat, khususnya yang berhubungan dengan masalah proteksionisme.

Negara anggota GATT mengadakan perundingan Putaran Uruguay di Jenewa yang menghasilkan Final Act Uruguay Round pada tanggal 15 Desember 1993, sebagai hasil putaran Uruguay dimulai tahun 1986 dengan Deklarasi Punta Del Este. Final Act Uruguay Round ditandatangani oleh 125 negara di Marakesh, Maroko termasuk Indonesia yang menghasilkan perjanjian membentuk WTO ( World Trade Organization) dimana terdapat perjanjian perdagangan barang, perjanjian perdagangan jasa-jasa serta Perjanjian Hak atas Kekayaan Intelektual.

Dalam GATT Indonesia harus konsekuen terhadap hasil perjanjian perdagangan Internasional dengan melakukan berbagai kebijakan dalam HAKI. Apalagi tahun 2002 Indonesia menjadi anggota AFTA dan dituntut mempersiapkan perangkat-perangkat aturan tentang masalah peraturan HAKI dan implementasinya.

Pengaturan HAKI dalam TRIPs

TRIPs pertama kali dikemukakan oleh Amerika Serikat sebagai antisipasi AS yang menilai bahwa WIPO (World Intellectual Property Organozation) yang bernaung di PBB, tidak mampu melindungi HAKI mereka dipasar Internasional, yang mengakibatkan neraca perdagangan menjadi negatif.

TRIPs bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik Intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, penyebaran teknologi, serta diperolehnya manfaat bersama antara pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIPs).

Dengan adanya TRIPs ini Indonesia dengan tingkat kemampuan dibidang HAKI berupaya untuk membuat standar pengaturan dalam pelaksanaan hukum dibidang HAKI agar mampu mengakomodasikan isu TRIPs. Ketentuan TRIPs berkaitan dengan upaya mengisi kekosongan hukum dan mengubah ketentuan perangkat hukum nasional di bidang HAKI.

Beberapa ketentuan perangkat hukum Nasional dibidang HAKI diisi oleh ketentuan TRIPs yang menyangkut ketentuan didalam bidang:

  1. Rental Rights bagi pemegang hak cipta rekaman video/ film dan komputer program.
  2. Perlindungan Performers, Producer, of Phonograms (Sound Recording), and Broadcast.
  3. Pengaturan tentang indikasi geografis (Geographical Indications).
  4. Perlindungan atas lay-out design daripada Integrated Circuits.
  5. Perlindungan terhadap Undisclosed Information.

dengan adanya Peraturan TRIPs ini menyebabkan banyaknya peraturan didalam bidang HAKI yang harus diubah.

Beberapa dari ketentuan pokok-pokok isi persetujuan TRIPs belum diatur atau telah diatur, namun perlu penyempurnaan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan nasional dibidang HAKI yakni berada dalam beberapa bidang yaitu bidang umum, bidang hak cipta dan hak terkait lainnya, bidang merek, bidang desain produk industri, bidang paten, bidang desain lay-out (Topografi), bidang undisclosed Information, bidang lisensi, bidang enforcement, bagian penyelesaian sengketa dan pengawasan.

Konsekuensi logis persetujuan TRIPs bagiIndonesiamerupakan kegiatan-kegiatan antisipasi yang menjadi skala prioritas untuk dilakukan dengan efektif dan efisien dalam perundingan PutaraUruguaymenghadapi ketentuan TRIPs. GATT akhirnya memutuskan perjanjian Organisasi Perdagangan dunia diGenevapada tanggal 25 Desember 1993. Perjanjian terpisah mengenai perlindungan kekayaan intelektual disebut perjanjian TRIPs juga diputuskan.

Indonesia yang menyetujui dan menandatangani Perjanjian Putaran Uruguay dan 110 negara anggota di Makkaresh pada tanggal 15 April 1994 maka sebagai konsekuensinya pemerintah telah meratifikasi kedalam Undang-undang Nomor 7 THUN 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing The World trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfelt Goods/ TRIPs (aspek-aspek HAKI yang terkait dengan perdagangan).

Dengan dikeluarkannyaperjanjian Putaqran Uruguay dan lalu diratifikasi oleh pemerintah menyebabkan Pemerintah mengeluarkan beberapa UU dibidang HAKI yaitu UU Nomor 12 Tahun 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 7 Tahun 1987; UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang paten, perubahan dari UU Nomor 6 tahun 1987; UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang merek, perubahan dari UU Nomor 19 Tahun 1992; UU Nomor 30 tahun 200 tentang Rahasia Dagang; UU Nomor 31 tahun 2000 tentang desain Industri; dan UU 32 tahun 2000 tentang desain Tata etak Sirkuit Terpadu.

Terkait globalisasi perdagangan,Indonesiatelah meratifikasi Agreement Estabilishing The World ztrade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs sebagaimana telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 tahun 1994. Ratifikasi atas persetujuan ini mendukung ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) dengan keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1997 dan keikutsertaan Indonesia dalam the Hague Agreement (London Act) Concerning the International Deposit of Industrial Designs.

Tinggalkan komentar